“Namanya saja Masela, itu karena blok itu berada di dekat salah satu kecamatan yang namanya Marsela di Maluku Barat Daya. Rakyat MBD akan lempar saya dengan batu kalau saya tidak mengatakan berada di MBD. Saya saat ini ditugaskan untuk menjaga hak ulayat mereka” (Barnabas N. Orno / Antara TV 26 April 2016).
SAUDARAKU, kutipan kalimat diatas diambil dari rekaman video Antara TV yang ditayang pada 26 April 2016. Saya sengaja menuliskan ini agar mengingatkan Wagub Maluku, Barnabas Orno bahwa kursi nomor dua di maluku ia berhasil peroleh salah satunya karena janji politik dan janji nuraninya untuk rakyat. Sekarang, saatnya untuk rakyat menagih janji ini.
Dimana Keberpihakan Lembaga Legislatif dan Empat Kursi DPD RI Soal Blok Masela?
Belum terlalu lama, sebagian besar rakyat Maluku Barat Daya (MBD) melakukan aksi demonstrasi dalam skala yang besar di Kantor Gubernur Maluku dan menuntut keadilan atas investasi blok Migas Masela yang tidak melibatkan Kabupaten MBD sebagai daerah terdampak. Ratusan rakyat MBD saat itu meminta keadilan kepada Gubernur Murad Ismail dan Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno putera asal Maluku Barat Daya. Wagub Barnabas sendiri menyebut dan mengklaim Migas Masela masuk wilayah MBD. Tetapi sekarang terkesan tidak bisa berkutik karena berhitung panjang soal nasib politiknya. Ada apa sebetulnya……?
Terlepas dari kedua petinggi Maluku yang disorot rakyat MBD saat itu, tetapi barangkali tulisan ini saya titipkan special kepada lembaga legislatif di daerah maupun di Pusat termasuk para Senator asal Maluku, bahwa ketika rakyat MBD melakukan aksi demonstrasi seperti itu, dimana suara mereka yang selama ini menyebut diri sebagai wakil rakyat atau wakil daerah itu. Empat kursi DPD RI semacam diam seribu bahasa bahkan ada kecenderungan berada dibawah ketiak para penguasa hanya karena mereka juga berhitung secara hati-hati nasib politik mereka. Bukan lagi soal nasib dan tuntutan rakyat kecil di daerah yang berada di depan Timor Leste itu.
Saya mengutip pikiran Almarhum Selvianus Tiwery, mantan anggota DPRD MBD yang menyebut, blok masela itu sebetulnya berada di wilayah Maluku Barat Daya, alasannya karena selain faktor history, pulau Marsela yang berada di Maluku Barat Daya itu berdekatan atau berada langsung di lokasi migas yang sekarang diberi nama Masela itu. Dari sekian banyak pulau-pulau di MTB dan MBD, tidak ada satu pulau atau wilayah yang dalam penyebutannya memiliki nama semacam pulau Marsela sehingga tidak tepat jika menyebut nama blok itu Masela. Apalagi diklaim ada di luar MBD. Ini salah satu alasan kuat MBD bersih keras masuk sebagai daerah terdampak sama seperti pernyataan Wagub Maluku Barnabas Orno itu.
“Bagaimanamungkin blok itu ada di wilayah lain, sedangkan lokasinya itu berada di sebelah pulau Marsela. Karena itulah harus menyebutnya Blok Marsela bukan blok Masela”, kata almarhum Selvianus Tiwery kepada saya sewaktu Kota kabupaten MBD masih berada di pulau Kisar. Dia menilai dengan membelok sedikit dari ucapan kata menjadi Masela bermuatan politik untuk mengabaikan wilayah Maluku Barat Daya.
Saudara/iku orang Maluku, proses ini sangat panjang perjuangannya selama lebih 20 tahun, kemudian nasib Blok Masela itu mencapai titik terang di Tokyo pada 27 mei 2019. Dalam keterangan resmi yang diperoleh, nilai investasi pengembangan Blok Masela mencapai sekitar US$20 miliar. Nilai yang begitu besar untuk investasi migas yang luar biasa. Jika rakyat kita tidak mendapat manfaat atau justru menjadi “pengemis” di daerah sendiri, maka keberpihakan negara ini tidak ada untuk rakyat.
Beberapa waktu lalu, ada hasil riset dari Itamalda dan Pemaskebar sebagai organ rakyat di Maluku Barat Daya yang disampaikan ke kementerian LHK soal penolakan amdal, namun itupun mendapat penolakan dari pihak Impex dan pemerintah. Padahal, temuan dari Itamalda dan Pemaskebar menyebut Maluku Barat Daya telah mendapat dampak lingkungan yang diduga berasal dari adanya ekslorasi migas Masela. Temuan inipun tidak dianggap sebagai sebuah riset yang kuat. Akhirnya, rakyat MBD dalam perjuangan ini harus bisa mengatur strategi baru.
Sementara itu, bulan lalu, ada salah satu baliho berukuran besar dibentangkan di dalam kota Tiakur bertepatan dengan kunjungan Gubernur Maluku Murad Ismail. Spanduk itu bertuliskan masyarakat adat maluku barat daya menolak amdal blok masela. Murad Ismailpun tidak mengindahkan hal itu.
Seruan yang dutujukan kepada Murad Ismail ini meminta agar Impex harus membangun fasilitas Balai Latihan Kerja bertaraf internasional di Maluku Barat Daya serta memprioritaskan tenaga kerja asal MBD sebagaimana ada janji yang sudah disepakati bersama.
Saudaraku, dalam tulisan ini hanya untuk mengingatkan kita kepada janji-janji politik dari para politisi kita, sehingga rakyat sadar dan menuntut hak kepada mereka-mereka yang selama ini paling sering menebar pesona untuk mencari kekuasaan, tetapi lupa janjinya setelah duduk manis.
Proses terhadap investasi blok migas Masela ini masih terlalu panjang, dan kita berharap pemerintah tidak mengabaikan aspirasi rakyat, melainkan berfikir untuk mensejahterakan seluruh rakyat maluku dengan potensi yang dimiliki.
Salam Hormat
Freni Lutruntuhluy, Putera Maluku, tinggal di Jakarta. (**)
Komentar