oleh

Independensi KPK RI dalam Kasus Hukum Gubernur L.E. dan relevansinya terhadap Lembaga lainnya dalam Statuta Negara

Suarapaparisa.com, Suara Anak Papua
#Save KPK RI, selamatkan Generasi Papua dari VIRUS KKN, Prostitusi, Perjudian, Miras dan Narkoba.

Independensi KPK diuji dalam penanganan kasus hukum L.E. Kisah Kasus L.E, memberi corak dan warna khusus dalam proses pemulihan jati diri hukum dalam kehidupan negara, (penegakan hukum di area/daerah khusus yang sensitif dalam Negara).

“Equality before the law”, namun “Presumtion of innocence (Pasal 281 ayat 5 UUD 1945 & UU no. 39 thn 1999 ttg HAM, Pasal 18 ayat 1; terkait azas praduga TB wajib dalam setiap perkara hukum bagi WNI.

*Pro & Kontra konsep Kasus L.E. :*

1. KPK telah umumkan L.E, sebagai tersangka kasus Gratifikasi sebesar Rp. 1 M tanpa pemeriksaan tsk L.E.
2. KPK bersama PPATK dan Menkopolhukam dsb, mengumumkan L.E sebagai tsk atas kasus dana PON Papua, manajer pencucian uang, korupsi dana operasional dengan nilai fantastis mencapai ratusan miliar rupiah.

Pertanyaannya apakah KPK salah dalam tupoksi dengan penetapan L.E tanpa mekanisme pemeriksaan dll pada tersangka ???, dan apakah benar KPK sebagai Lembaga independen dapat diatur Pemerintah ???.

Menurut saya pribadi; ya BISA saja. Berdasar bukti permulaan yaang cukup : Pasal 1 angka 14 jo Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) KUHAP, berdasar dua alat bukti otentik sesuai Pasal 184 KUHAP, yang pengertiannya didasari dua alat bukti yang cukup secara kualitas maupun kuantitas, dan ditambah keyakinan penyidik secara obyektif. Kita selesai di poin ini, bahwa penetapan L.E sebagai tersangka, SAH secara UU karena didukung alat bukti dan saksi.

KPK RI dalam menjalankkan tupoksinya, tak bisa diatur dan diintimidasi pihak manapun termasuk Pemerintah. KPK atas kasus L.E, direstui UU untuk bekerjasama dengan Pemerintah, untuk menuntaskan kasus tersebut berdasarkan MOU antar kedua lembaga negara tersebut.

Lalu apa relevansinya ketika Menkopolhukam ikut umumkan L.E, sebagai tersangka ??? Apakah salah prosedur ??? Kenapa bukan KPK yang umumkan ??? Mengapa PPATK berani buka data pribadi L.E ke publik, melanggar azas praduga TB atau tidak ???, mengapa penetapan tsk L.E, diumumkan secara bersama² ke publik ????, Apakah ada “kerjasama antara Pemerintah dan KPK RI dalam penanganan kasus L.E ???, dan apakah kasus gratifikasi berdiri sendiri atau tergabung bersama dugaan kasus L.E lainnya ???, apakah kasus L.E, sebagai wujud kebijakan negara untuk mengkriminalisasi para pejabat/tokoh Papua ???.

Mari kita lihat :
1. Berdasar UU no. 39 thn 2002, ttg independensi KPK dalam penegakan hukum. Berdasar MOU antara KPK RI dan Kemmenkopolhukam RI. maka KPK RI, dapat menjalin meminta dukungan kepada Menkopolhukam, dan juga semua lini lembaga negara dalam upaya penegakan hukum terhadap tsk L.E, mengingat stabilitas politik, keamanan dll. Keputusan Menkopolhukam benar, demi stabilitas politik dan keamanan dalam negeri khusus nya di provinsi Papua, maka Menkopulhukam wajib ikut serta dalam upaya penindakan hukum terhadap L.E.
2. Menkopulhukam umumkan L.E sebagai tak, karena Pemerintah ingin menunjukan sikap tegas pada para koruptor di Papua sekalipun Papua merupakkan daerah yang rawan konflik, dan untuk masuk celah pemberantasan korupsi di Papua, KPK RI tak bisa berjalan sendiri dan harus menggandeng lembaga hukum lainnya.
3. PPATK buka data dugaan pelanggaran tsk L.E, karena PPATK adl lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (UU no. 8 thn 2010). Pasal 39 peraturan PPATK no 12 thn 2020, ttg organisasi dan ttata kerja PPATK, pelaksanaan sistim jaringan *DOKUMENTASI Hukum*’ menjadi tugas PPATK. ☝🏻poin ini, Jelas bahwa UU oun membolehkan PPATK publikasi dokumentasi para pejabat yang terindikasi korupsi dan sekaligus menampar muka sdr. Natalius Pigai dan tim kuasa hukum L.E dan semua pihak yang membela tsk atas berbagai diksi & narasinya sesat dan menyesatkan publik Papua dan seluruh masyarakat Indonesia.
4. Kasus gratifikasi dan berbagai kasus korupsi lainnya oleh tsk L.E, adalah satu kesatuan pelanggaran hukum sebab obyek dan subyeknya merujuk pada personal/oknum yang satu dan sama.
5. Papua adalah NKRI dan NKRI adalah Papua. Sebab itu tak ada keistimewaan bagi siapapun di atas republik ini untuk mempermainkan hukum sebagai panglima tertinggi, sebagai perwujudan manifestasi dari jiwa/roh kebangsaan Indonesia. Pemerintah dan pihak penegak hukum tak kriminalisasi L.E, justru L.E yang mengkriminalisasi hak rakyat Papua dengan korupsi dan penyalahgunaan wewenang serta jabatan atas kepercayaan rakyat Papua.

Melihat fakta dan realita, menelaah polemik yang terjadi, dan keseriusan KPK dan Pemerintah dalam upaya penegakan hukum di Papua yang sampai² melibatkan Menkopolhukam dan berbagai pihak lainnya, maka dapat disimpulkan bahwa L.E, terbukti bersalah dan wajib diproses sesuai hukum yang berlaku di NKRI. Jika L.E, sakit maka secara aturan KPK RI dapat memberikan bantuan dokter untuk mengecek langsung kondisi ybs, dan jika bisa diperiksa maka KPK wajib menentukan tempat dan jadwalnya dimanapun sesuai pertimbangan KPK RI bukan atas kemauan L.E yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Peradi dan pihak kepolisian, harus bersatu tegakan hukum di Papua dengan memberi teguran pada pengacara L.E jika tak kooperatif dan berupaya menutupi kasus L.E dengan berbagai alasan yang tak masuk akal. Jika ditemukan upaya dari oknum² tertentu yang ingin memecah-belah Papua lewat kasus L.E, maka aparat harus bertindak tegas. Jika tak ada itikad baik dalam proses hukum yang sementara berjalan, maka KPK dapat meminta bantuan aparat untuk menjemput secara baik ataupun paksa tsk. Jangan biarkan NILAI Se-Titik merusak SUSU Se-Belanga. Jangan biarkan penyusup masuk mengotak-atik keutuhan dan kedaulatan NKRI di Tanah Papua.

L.E, pastinya tak sendirian berjalan. Sepertinya, ada misteri GUNUNG SALJU dalam Cuaca BERKABUT Kelam di atas puncak HARAPAN, yang terselubung dalam kasus L.E,. KPK RI akan membuktikan jiwa Patriotisme, untuk menghalau KAWAN diantara MUSUH dalam selimut Merah Jingga.
Janganlah goyah atas sekelompok kecil masa, ingatlah jumlah rakyat pribumi Papua ±3-4 juta orang. Kalau cuma ±4000an orang, itu hanya 0.000000001% dari total suara rakyat pribumi Papua.

Cinta Kasih Menyatukan segala Perbedaan dan Merah Putihkan Tanah Papua. ask

Salam Persatuan,
Andy S Komber 🙏🏼

Komentar

Tinggalkan Balasan

News Feed